Kartini oh Kartini……

Indonesia mengenal tanggal 21 April sebagai hari Kartini. Itu bukan hal baru. Yang baru dan menarik untuk dibicarakan adalah bagaimana sekarang masyarakat menyambut hari istimewa untuk kesetaraan kaum perempuan terhadap laki-laki ini.

Dulu di kala rezim Orba yang mana semua hari-hari nasional diatur peringatannya oleh pemerintah, upacara peringatan hari semacam hari Kartini menjadi sebuah rutinitas yang cenderung menjemukan. Mengapa? Karena semua dirayakan tanpa esensi, tanpa pemaknaan dan penghayatan yang benar atas dasar dari peringatan tersebut. Semua karena dibiasakan, atau dipaksa, tanpa dipahami dari dasar.

Kini, kita tak lagi menyaksikan pemerintah yang memaksa kita upacara ini dan itu dengan gaya militeristik. Kini peringatan hari-hari nasional lebih didominasioleh cara masyarakat memaknai momen bersejarah di hari-hari tersebut. Beda masyarakat, beda pula cara memperingatinya. Di harian Kompas pagi tadi, saya membaca bahwa di Jakarta hari Kartini diperingati oleh sekelompok masyarakat dengan lomba lari 100 meter memakai high heels. Ini menarik, karena mengkombinasikan high heels yang adalah stereotipe perempuan modern yang fashionable, dengan lomba lari 100 meter yang merupakan simbol pencapaian dan penaklukan tantangan.

Keduanya memang kontradiktif secara jasmaniah, karen tentu high heels tidak mendukung untuk lomba lari. Tapi ini kan sesungguhnya bukan lomba lari, tapi sebuah pernyataan: Kaum perempuan bisa menjadi dirinya dan tetap menaklukkan tantangan yang dihadapinya.

Tapi ada juga yang memperingati hari Kartini dengan memakai baju tradisional. Dan salah satu warisan Orba yang paling menyedihkan menurut saya adalah peringatan hari Kartini dengan memakai baju kebaya setelah upacara. Ini menjadi lebih tampak tragis lagi ketika peringatan hari lahir Raden Ajeng Kartini ini ‘dilengkapi’ dengan semua orang, perempuan dan laki-laki memakai baju tradisional!

Apa hubungannya RA Kartini dengan baju kebaya ataupun baju tradisional? Apakah karena dia memakai baju kebaya, maka kita pun merayakannya dengan memakai baju kebaya? Bila demikian, maka kita harus memperingati hari Nyonya Meneer yang menjadi merk sebuah jamu tradisional itu. Dia juga memakai kebaya, kan?

Kawan-kawan sekalian, RA Kartini sepanjang hidupnya memperjuang kesetaraan kaum perempuan dengan laki-laki melalui pendidikan, sembari tetap menempatkan peran istimewa perempuan sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Dia adalah inspirator bagi masyarakat Indonesia yang feodal ini, agar senantiasa berjuang menuju cita-cita emansipasi yang sejati, yaitu menjadi perempuan yang setara dengal laki-laki, namun tetap menghayati peran dasar sebagai perempuan.

Dia tidak memperjuangkan pemakaian baju kebaya, kain batik atau baju tradisional lainnya! Malah, memakai high heels untuk lomba lari lebih terasa semangat Kartini nya daripada memakai baju tradisional.

Saya bukan anti terhadap selebrasi, perayaan atau apapun istilahnya. Itu semua bagus untuk menghidupkan interaksi sosial dan roda ekonomi. Termasuk bila itu memakai high heels ataupun memakai baju tradisional. Atau apapun juga cara peringatannya. Tapi kalau tidak tepat, ya akan terasa ironis, seperti halnya memakai baju kebaya atau baju tradisional lainnya untuk memperingati hari Kartini.

Namun saya tetap melihat bahwa perlu sekali untuk memahami dengan benar. It’s necessary to get the basic right! Mengikuti sesuatu yang sedang nge-trend tidak selalu akan menunjukkan bahwa kita berpikiran terbuka. Kadang kala, itu malah bisa membuat kita tampak bodoh, ketika kita megikuti trend secara tidak pas, karena kita sesungguhnya tidak paham….

……dan kebodohan dan ketidakpahaman adalah yang paling diperangi oleh RA Kartini sepanjang hidupnya.

Kartini oh Kartini……semoga makin banyak mayarakat Indonesia sadar bahwa perjuanganmu adalah tentang kesetaraan hak perempuan, bukan untuk memakai baju batik atau kebaya!

Catatan: Tulisan ini sangat diinspirasi oleh kegelisahanku atas apa yang terjadi di lingkunganku, di kotaku….dimana makna perjuangan Kartini tanpa sadar di’kerdil’kan semata dalam batik, kebaya dan baju daerah…..

Any thoughts?