Kesuksesan Orang-orang ‘Biasa’

Shiny happy people

Tulisan ini sudah lebih dulu saya tampilkan di Kompasiana pada tanggal 17 Februari 2011 (http://sosbud.kompasiana.com/2011/02/17/kesuksesan-orang-orang-biasa)

Selama sebulan terakhir, saya merasa mengalami apa yang mungkin sering disebut dengan writer’s block. Saya tidak begitu yakin mau menulis apa. Tentu saja, bukan berarti saya tidak tahu apa yang ingin saya tulis. Sebaliknya, saya terhenyak karena saya merasa ada yang belum saya tulis.

Apa itu? Kesuksesan orang-orang ‘biasa’ dalam kehidupan sehari-hari.

Kadang saya merasa media dan banyak buku-buku mengeksplorasi kisah-kisah dari figur yang luar biasa. Sebut saja pengusaha yang berawal dari orang papa. Atau seorang pandai yang entah mengapa mau menjadi pengajar di daerah terpencil. Bisa juga anak desa dengan pendidikan pas-pasan berhasil melanglang buana. Ini tidak aneh, dan saya tidak menyalahkan media. Ini semua karena masyarakat menyukai ‘keluarbiasaan’ yang tergambar dari kisah-kisah demikian. Kisah-kisah yang punya unsur dramatis ini yang menarik hati kita, memberi kita inspirasi. Atau setidaknya, bagi sebagian orang, membuat dunia  yang serasa makin kompleks ini terasa lebih baik dengan kehadiran orang-orang luar biasa ini.

Namun ketika saya membaca Black Swan karya Nassim Nicholas Taleb, saya merasa sedikit tertohok. Taleb dengan cerdasnya menyentil betapa kita suka memuja-muja orang-orang yang luar biasa atas karya, perjuangan dan inspirasi mereka; tapi kita lupa mengapresiasi mereka sukses untuk melakukan hal yang benar dalam kejadian yang kita temui sehari-hari.

Padahal, hal-hal baik dalam kehidupan umat manusia tidak hanya didukung oleh karya-karya luar biasa dari tokoh-tokoh yang menyejarah, tapi juga oleh keberhasilan-keberhasilan kecil yang dilakukan oleh orang-orang ‘kebanyakan’. Ambil sebuah contoh dalam pekerjaan saya, misalnya. Sebuah organisasi yang sukses dalam menghadapi tantangan pasar yang  makin kompetitif itu disebabkan oleh kepemimpinan yang kokoh dan visioner; dan kemampuan semua orang dalam organisasi itu untuk berperan optimal di posisi masing dalam mewujudkan visi organisasi. Tapi seringkali, kita mudah silau dengan keluarbiasaan sang pemimpin visioner, dan keberhasilan-keberhasilan sehari-hari yang dibuat oleh orang-orang ‘kebanyakan’ serasa tenggelam. Padahal, tanpa keberhasilan-keberhasilan orang-orang biasa ini, karya visioner sang pemimpin belum tentu akan menjadi sedemikian hebatnya.

Terkadang, orang-orang hebat yang kita kagumi bahkan ternyata gagal memperjuangkan ide-ide besarnya. Mereka adalah pahlawan, martir, dan tokoh-tokoh yang semasa hidupnya mengalami penolakan luar biasa, namun ternyata ide-ide mereka berpengaruh luar biasa sesudah mereka tiada. Seandainya mereka berhasil, mungkin mereka malah akan jadi orang biasa dan tidak mewariskan kisah dramatis bagi banyak orang.

Mereka akan jadi orang-orang ‘biasa’.

Namun orang-orang biasa bukan berarti tidak punya konstribusi istimewa. Namun, mereka mudah sekali terlupakan. Belakangan kita ribut dengan organisasi anarkis yang merusak ke-bhinneka-an kita. Namun, kita mungkin agak ‘lupa’ dengan orang-orang biasa yang justru selama ini sukses menjaga keharmonisan dan pluralisme dalam keseharian, sehingga tidak cukup ‘heboh’ untuk diekspos media. Mereka bukan orang-orang yang kisahnya adalah from zero to hero. Tapi mereka berbuat hal yang terbaik mereka bisa lakukan.

Kita ribut dengan betapa banyak pegawai negeri sipil yang korup seperti Gayus Tambunan. Tapi, pasti ada pegawai negeri sipil yang berusaha berbuat yang benar di tengah jaringan kerusakan moral yang menjangkiti korps pelayan publik di republik ini. Mereka adalah orang-orang ‘biasa’ yang sebenarnya berjasa besar dengan berusaha berbuat yang benar di tengah jaman yang salah.

Coba lihat saja revolusi Mesir. Memang ada beberapa tokoh politik yang dengan berani menentang Mubarak, tapi justru orang-orang biasa yang berkomunikasi dan berbagi semangat melalui facebook dan twitter sehingga akhirnya mereka bisa memadati Tahrir Square dan menjadikan revolusi itu menjadi nyata. Merekalah yang sesungguhnya memungkinkan Mohammad El-Baraday, Ayman Nour atau para penentang Mubarak lainnya berhasil mengosiasikan perubahan.

Mengenang reformasi Indonesia 1998 pun, kita akan teringat bahwa para ibu-ibu yang mensuplai makanan bagi para mahasiswa di Senayan, serta para mahasiswa itu sendiri. Mereka adalah orang-orang biasa, yang tanpa mereka, reformasi takkan terjadi. Mereka mungkin tidak menjadi martir seperti para mahasiswa yang gugur di insiden Trisakti dan Semanggi, tapi mereka adalah orang-orang ‘biasa’ yang diam-diam punya kontribusi yang signifikan. Mereka bisa saja menyerah, tapi mereka memutuskan berbuat benar.

Kompasiana ini sendiri juga dipenuhi orang-orang ‘biasa’ yang diam-diam sukses mendorong masyarakat kita menjadi lebih maju dan berwawasan. Mereka juga mendorong masyarakat kita untuk berbagi pemikiran dalam pluralisme dan demokrasi. Mereka memperkaya masyarakat kita melalui kesuksesan-kesuksesan ala orang ‘biasa’.

Mereka ini bukan orang-orang yang melakukan perbuatan luar biasa dalam lompatan hidup yang dramatis. Mereka adalah orang biasa yang melakukan hal biasa dengan benar, dan itu mengantar pada sebuah kondisi yang lebih baik dari hari ke hari.

Tampaknya, kita perlu memberi ruang apresiasi lebih bagi orang-orang ‘biasa’ ini.

Advertisement

14 thoughts on “Kesuksesan Orang-orang ‘Biasa’

  1. ya… makanya saya suka membaca pemikiran para filsuf yang berada di pinggir perdebatan…. mereka melihat dunia dengan cara yang unik dan menyegarkan…. dan juga belajar untuk mendengar hal-hal yang sebelumnya tak pernah kita dengar, dan itu hanya bisa dilakukan dengan melihat hal-hal yang sebelumnya tak pernah kita lihat… ya “orang-orang biasa” itu… thx for bringing this into mind james…

  2. Dengan menjalankan peran sbg orang biasa yg bangga dan menikmati perannya, ternyata banyak pemikiran besar yang bole diwujudkan yah. Your article enlight me to appreciate the usuall-ness of life and those around me. They stand there to support the others who are meant to be the superhero. Love it!

  3. apa ada hubungannya dengan The Making of Hero atau theory of heroism ya pak?. ketika mereka dihadapkan pada situasi yang genting atau kritis, orang-orang yang hidupnya “biasa-biasa saja” heheh…langsung menjadi pahlawan di dalam situasi tersebut.

    1. Yang kumaksud agak beda sebenarnya, walau mungkin ada hubungannya. Aku lebih mengangkat ‘silent heroes’ yang muncul dalam orang-orang yang menjalankan hidupnya dengan biasa saja, tapi benar.

      Jadi, ini justru bukan tentang orang-orang yang saat krisis tiba-tiba jadi pahlawan; tapi orang-orang yang tetap bertahan dan melakukan hal-hal yang benar saat krisis. Misal, saat ekonomi rusak, orang-orang yang bertahan tanpa menjadi kriminal adalah orang-orang yang tidak kalah hebat dengan para ‘pahlawan’ yang memimpin perbaikan ekonomi.

  4. Banyak para pemikir hebat yang memilih jalan kesunyian, terutama jika usia mereka telah “sepuh”. Sebuah kondisi yang harus kita sadari, “KITA LAHIR SEBAGAI ORANG BIASA DAN KITA AKAN MATI SEBAGAI ORANG BIASA”. Membaca tulisan ini, saya masih ingat ketika saya masih baca cerita silat, tentang Wu Ming (Nameless), seorang pendekar yang juga disebut sebagai “DEWA PEDANG”, tapi memilih jalan “biasa” dengan mundur dari dunia persilatan karena lebih suka jadi orang biasa.

    Ada baiknya jika setiap leader punya kesadaran bahwa mereka lahir dan akan mati sebagai manusia “BIASA”, tetapi yang membuat mereka “TIDAK BIASA” adalah kelebihan yang mereka miliki sebagai jalan dan fasilitas penunjang hidup. Very Good article James, I like it very much….

  5. Menurut saya pak, orang-orang yang biasa biasanya mempunyai potensi sendiri namun belum terlihat potensinya. Mereka biasanya diam-diam berusaha semaksimal mereka untuk menghasilkan sesuatu, malah kadang orang bilang mending menjadi orang biasa-biasa saja (rendah hati).
    Malah orang yang menganggap orang-orang yang hebat sering kali terlalu memuja-muja bahkan menolak kalau orang itu gagal sehingga kadang menjadi beban moral juga ketika orang yang di anggap hebat itu malah ingin menjadi orang yang biasa.
    Memang seperti pelengseran saya lupa yang pasti di Filipina, setau saya malah dari sebuah radio yang menjaring masyarakat untuk melengserkan presidennya. Mereka orang-orang biasa tapi punya kekuatan yang luar biasa untuk melakukan sesuatu 😀

    Nice post pak, memang perlu pak ini jadi bahan refleksi karena orang disini terlalu memuja “seseorang” terlalu berlebihan 😀

    1. Betul, sesungguhnya kesuksesan orang-orang biasa justru dari kesungguhhan mereka melakukan sesuatu bersama-sama orang biasa yang lain.

      Ini memang lagi langka di masyarakat Indonesia yang lagi menyembah selebritas dan sensasi 🙂

  6. Kalau mereka sudah merasa tidak ada contoh panutan yang baik terus bagaimana pak?
    Apa mereka akan mencari sendiri atau membuat sendiri?

Any thoughts?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s