Prediksi tentang Pemilu 2014: Jokowi wave

Menjelang Pemilu 2014, kita bagai menunggu bagaimana klimaks sebuah drama akan membuat kita terkesima dan takjub, atau sebaliknya menjadi kecewa. Salah satu drama yang paling ditunggu adalah bagaimana popularitas Joko Widodo alias Jokowi wave, berhasil membawa kesuksesan yang setara dengan gegap gempita yang kita saksikan beberapa bulan terakhir.

Saya bukan pengamat politik, tapi saya ingin berbagi pandangan tentang drama Jokowi yang tengah kita saksikan ini. Tentunya berdasar sudut pandang saya selaku seorang pelaku  dibidang organisasi dan sumberdaya manusia.

Benar, drama adalah isitilah yang saya gunakan untuk Jokowi wave ini. Alasannya sederhana, ya karena memang seperti drama yang melibatkan emosi penonton maupun pelaku secara ringan dan menyenangkan, tapi juga bikin seru. Argumen saya adalah drama ini akan bagaikan film Hollywood yang memberikan sensasi yang menghibur bagi penontonnya. Tidak penting itu masuk akal atau tidak, tidak penting logis atau tidak, dan bahkan terkadang tidak penting apa kedalam pesan dan ideologi dari filmnya. Yang penting, sentimen kebanyakan penonton adalah excited secara emosional.

Jadi, pendek kata, dugaan saya adalah Jokowi wave akan membawa dampak yang cukup signifikan. Cukup signifikan hingga pada kemungkinan terdongkraknya suara PDIP di Pemiu Legislatif tanggal 9 April. Ya, kalau lah terjadi peningkatan suara yang diperoleh PDIP, itu karena Jokowi mendongkrak PDIP, bukan sebaliknya.

Dan itu bukan karena Jokowi sebagai pribadi, namun lebih pada nilai-nilai yang dibawa oleh Jokowi wave ini. Dan nilai-nilai itu bukan soal ideologi nasionalisme atau Soekarnoisme. Ataupun neo liberal versus kerakyatan. Bukan juga soal sentimen agama atau etnisitas.

Meskipun Jokowi berasal dari PDIP, dia diterima di benak dan perasaan banyak orang bukan karena ideologi nasionalisme PDIP. Jujur saja, seberapa banyak sih masyarakat kita yang paham ideolegi yang abstrak dan kompleks seperti itu. Di antara sedikit yang paham itupun, saya yakin pengertian atau pemahaman atas ideologinya juga tak sama. Yang dipahami kebanyakan masyarakat kita itu adalah hidup yang tidak ruwet tapi kecukupan, politik yang tidak ruwet tapi memberikan rasa tenang. Begitu saja sebenarnya.

Jokowi wave mencerminkan nilai-nilai riil tersebut. Nilai-nilai yang dihidupi dan disukai mayoritas masyarakat kita saat ini, yaitu sederhana, pragmatis dan moderat.

Sederhana

Sederhana, yaitu latar belakang orang kebanyakan dan tidak menampilkan kepribadian yang kompleks. Masyarakat kita sudah mengalami orator dan patron ideologi yang luar biasa seperti Bung Karno, tapi ternyata tidak berhasil mengeksekusi ekonomi kita secara solid dalam kestabilan politik. Lalu masyarakat memilih Pak Harto, yang luar biasa ahli dalam menstabilkan politik dan eksekusi ekonomi, tapi menakutkan dan mencekam bagi sebagian besar rakyat. Lalu ada Habibie yang demokratisnya luar biasa, namun ternyata tidak cukup bisa diterima semua kalangan.

Kemudian masyarakat punya mendapat Gus Dur almarhum yang juga luar biasa demokratis dan dekat dengan rakyat, tapi sulit berurusan dengan sistem kenegaraan dan politik kita yang sudah hipokrit. Lalu Megawati yang sangat diharapkan banyak orang, namun di eranya justru banyak keputusan yang tidak tepat dan membikin masyarakat kecewa. Dan terakhir, SBY, yang luar biasa santun dan pintar, tapi sayangnya terasa kurang tegas bagi banyak kalangan.

Semua presiden kita punya karakter yang istimewa dan menonjol keunikannya. Dan masyarakat sudah merasakan bahwa karakter tertentu yang mereka miliki ternyata membuat mereka luar biasa di satu sisi, dan sangat rapuh di sisi lain. Masyarakat kita kini ingin personality yang sederhana, tidak kompleks, tidak ekstrim. Mereka ingin orang biasa dan bersahaja, tapi terbukti bisa dipahami pikiran dan tindakannya.

Pragmatis

Pragmatis, karena masyarakat kita saat ini sesungguhnya sudah muak dan jenuh dengan jargon ideologis, penjelasan-penjelasan akademis, ceramah-ceramah dogmatis dan komentar-komentar abstrak. Masyarakat sudah bosan dan capek dengan tidak kunjung berbuahnya demokrasi dan ideologi.

Ideologi, apapun ideologinya sudah diindoktrinasikan sejak awal kemerdekaan, tapi belum tampak nyata dalam kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat di seluruh wilayah negeri ini. Alih-alih menunjukkan dampak  nyata, setiap partai yang merepresentasikan ideologi tersebut ternyata pada realitasnya sama dalam beberapa perilaku: Korupsi dan ingkar janji.

Jadinya, masyarakat sudah tidak mau muluk-muluk, tapi ingin sesuatu yang konkret saja. Masyarakat tidak ingin dengar apa-apa lagi, mereka hanya ingin lihat langkah kemajuan yang nyata dan menyentuh keseharian mereka, walau cuma langkah kecil. Jokowi dan rekam jejaknya, termasuk yang terakhir menertibkan Tanah Abang yang tak pernah berhasil diapa-apakan sekian tahun, merupakan representasi pragmatisme itu. Tentu ada tokoh-tokoh lain seperti walikota Surabaya Tri Rismaharini yang juga mewakili pragmatisme yang sama, tapi harus diakui Jokowi yang menjadi trendsetting icon dalam gelombang pemimpin pragmatis konkret ini.

Maka, saya yakin kampanye yang menggunkan tema-tema anti neoliberalisme, nasionalisme, ataupun ketaatan beragama akan bagai angin bertiup sepoi-sepoi melawan Jokowi wave.

Saya harus memberikan apresiasi saya pada Megawati soal ini. Alih-alih menjual tema-tema ruwet seperti itu, dia hanya menyampaikan bahwa dia mendengarkan suara rakyat yang mengharapkan dia memberikan Jokowi untuk rakyat. Dan kini dia berikan Jokowi untuk rakyat, dan minta rakyat dukung Jokowi untuk menang. Megawati paham betul bahwa rakyat ingin Jokowi yang sederhana itu, bukan yang kelap-kelip ideologi dalam kampanye. Dan itulah yang harus ‘dipenuhi’ PDIP untuk menang.

12987827_0

Moderat

Ini paling mudah dipahami. Jokowi tidak punya latar belakang ekstrim dimanapun. Dia bukan lulusan institusi pendidikan ekstrim manapun. Dia bukan kader organisasi kepemudaan atau politik manapun yang kental dengan indoktrinasi ideologi. Dia bukan dari profesi ekstrim, entah itu birokrat PNS, ataupun agamawan, atau militer. Dia bukan orang yang identik dengan golongan tertentu.

Dia bukan dari latar belakang apapun yang bisa diasosiasikan secara khusus. Itu membuatnya berada di ‘tengah’, dan terasa netral bagi banyak orang. Dia menjadi simbol nilai moderat, karena dia memang hidup dalam dunia yang moderat. Dia adalah cerminan dari nilai moderat itu sendiri.

Inilah mengapa saya berhipotesa bahwa Jokowi wave akan menentukan hasil Pemilu 2014, selama citra Jokowi sebagai cerminan ketiga nilai di atas bertahan. Dengan modal ini, Jokowi akan menarik semua pendukung partai yang ingin ada terobosan dari kegagalan ideologi yang membuat mereka hampir putus asa dan apatis pada demokrasi. Tidak hanya dari PDIP namun juga partai yang lain. Secinta-cinta mereka pada ideologi mereka, mereka juga pasti sangat merindukan perubahan berupa politik yang disukai rakyat.

Dengan modal yang sama, Jokowi wave akan menarik banyak swing voters atau undecided voters. In terutama didominasi pemilih muda, yang merupakan generasi Y yang sama sekali tidak berselera mendengarkan ideologi abstrak dan apapun yang tidak pragmatis dan konkret dalam hidup mereka.

Dan bila anda lihat data statistik dari berbagai lembaga survei yang ada, porsi kelompok pemilih yang satu ini adalah yang terbesar dibanding semua partai. Jadi kalo dalam bahasa yang sederhana, ‘partai’ terbesar di Pemilu 2014 ini adalah ‘partai non ideologis’. Dan Jokowi wave adalah titik temu dari ‘partai’ itu dengan pendukung berbagai partai yang sudah jenuh dengan partai-partai ideologis mereka.

Nah, mari kita lihat, bagaimana klimaks drama ini!

2 thoughts on “Prediksi tentang Pemilu 2014: Jokowi wave

  1. Pak James Waskito Sasongko,
    Saya suka artikel ini dengan analisis cerdas, meski terlihat sederhana, karena itu enak dibaca. Semoga semakin waskito dalam melihat nilai-nilai kehidupan.
    Salam hormat,
    Agung Nugroho.

    1. Terimakasih, Pak Agung, sudah mampir di blog saya :-). Saya hanya membiasakan diri menuangkan insight yang saya dapat dari keseharian dengan menulis, Pak. Sekiranya bisa bermanfaat ketika dibagi daripada disimpan sendiri.

      Salam hormat,

      James

Any thoughts?