Bisnis dan segala jenis organisasi lainnya dibangun dari elemen dasar berupa kemampuan manusia yang ada di dalamnya untuk merekacipta hasil yang dibutuhkan oleh lingkungannya. Entah itu jasa atau produk, ketika hasil dari manusia yang ada dalam organisasi itu menjawab kebutuhan lingkungannya, maka bisnis atau organisasi itu menjadi berguna dan bernilai.
Namun, di era informasi dan ilmu pengetahuan, sering kita mendapati hasil ‘setengah jadi’ yang tidak benar-benar merupakan hasil. Yang seperti ini sering kali berupa ide atau konsep yang menarik tentang sebuah hasil, tapi hanya konsep. Bukan hasil sesungguhnya.
Ini yang dimaksud oleh sastrawan terkemuka Indonesia, D. Zawawi Imron, dalam otokritik yang dia sampaikan dalam Kongres Kebudayaan 2018. Secara unik dia memaksa kita membuka mata, ada beda antara janji tentang telur dengan telur sesungguhnya yang ditelurkan oleh ayam.
Apa yang disampaikan sastrawan Zawawi Imron ini sangat relevan dalam realita bisnis. Seringkali kita silau dan terlena dengan tampilan kompeten dan intelek yang menyampaikan konsep hingga berbuih-buih, tapi belum tentu menelurkan konsep tersebut dalam tindakan operasional dalam kenyataan. Sayangnya kita saat ini hidup dalam era dimana omongkosong yang terdengar intelek lebih mendominasi dibandingkan tindakan nyata.
Hal ini juga kerap kita jumpai dalam dunia bisnis, dimana konsep demi konsep idealis dan berkilauan membanjiri kita. Namun, kita cenderung lupe melihat sejauh mana dari sebegitu banyaknya, yang benar-benar telur dan bukan janji tentang telur.
Jangan lupa, pada akhirnya hasil nyata yang akan membawa ke masa depan yang lebih baik – sekalipun itu kalah berkilau dengan beragam janji.