Ketika kita bicara KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, maka kita bicara tentang kontroversi. Namun kontroversi yang ia timbulkan bukanlah kontroversi tanpa dasar. Dia bukan artis pembikin kontroversi dengan adegan sensual dalam film atau kawin cerai yang menghebohkan. Dia kontroversial karena dia selalu melakukan hal-hal yang melawan arus. Eits…..tunggu dulu! Ketika kita bicara tentang Gus Dur yang melawan arus, kita tidak sedang bicara tentang melawan arus ala ABG (anak baru gede).
Ketika seorang ABG melawan arus dengan segala ekspresi pemberontakkannya, tak jarang kita temui para calon idealis muda ini memberontak ke sana-ke sini tanpa paham atas dua hal: Apa yang dia lawan, dan apa yang dia perjuangkan. Kita banyak menemukan orang-orang yang asal tidak setuju, hanya semata karena mereka ingin tampil beda. Mereka-mereka ini mungkin sudah bukan ABG tapi bertingkah seperti ABG. Sebaliknya, ada pula orang-orang yang melawan arus dengan menampilkan ‘pemberontakan’ yang elegan dengan pengetahuan mereka yang luas dan beragam, ditambah kritik yang lucu namun pedas, sehingga ide-ide mereka justru menawarkan pemikiran kritis dan memicu kontemplasi mendalam tentang apa yang kita yakini. Gus Dur adalah salah satunya.
Lalu apa hubungannya dengan organisasi efektif? Kok Gus Dur dengan inkonsistensinya bisa jadi inspirasi bagi penciptaan organisasi yang efektif?
Mungkin disana critical point-nya. Menurut saya, Gus Dur memang suka gonta-ganti kalau bicara, dan juga gonta-ganti kalau bertindak. Dia juga sering kali gonta-ganti lawan dan kawan. Yang kemarin kawan, bisa dia tuduh sebagai lawan keesokan harinya. Namun bila saya lihat lebih jauh, dia juga bukan orang yang pendendam yang akan mengincar musuhnya hingga akhir. Terlebih lagi, dia selalu suka sekali membela mereka yang tersudut atau terpinggirkan. Jadi, dibalik inkonsistensinya, Gus Dur selalu konsisten untuk tidak membiarkan yang berkuasa tanpa kendali, dan tidak membiarkan yang minoritas makin terabaikan dan tertindas.
Namun Gus Dur tidak hanya menjadi orang yang ‘kritik sana kritik sini’. Dia selalu menginspirasi orang lain untuk mengkritisi beragam hal yang mungkin kita anggap sudah lumrah dan kita yakini begitu saja (taken for granted). Mendengar kritikan dia membuat kita selalu berpikir tentang mau jadi apa bangsa ini. Gus Dur menginspirasikan kesadaran tentang tujuan kita sebagai bangsa.
Sekarang kita coba kritisi kehidupan kerja kita. Berapa kali setahun kita menyempatkan untuk berpikir mau kemana organisasi kita? Berdasar pengalaman saya, baik sebagai pribadi maupun sebagai fasilitator perubahan organisasi, saya berpendapat bahwa kebanyakan organisasi cenderung konsisten pada rutinitas, tapi inkonsisten atau bahkan lupa pada esensi dan tujuan berorganisasi. Saya pikir inilah mengapa banyak organisasi sangat tidak siap dengan perubahan untuk menghadapi tantangan jaman yang juga senantiasa berubah. Padahal, seharusnya kita perlu ‘inkonsistensi’ dalam tindakan namun konsisten dalam prinsip dalam tujuan. Tentu saja ‘inkonsistensi’ yang dimaksud di sini lebih kita kenal sebagai fleksibilitas, adaptabilitas dan kreativitas.
Selain itu, Gus Dur juga memberikan teladan yang spesifik tentang bagaimana membangun visi. Gus Dur tidak pernah mengurusi perbedaan secara kecil-kecil dan terpisah-pisah, dan selalu konsisten mengajak orang melihat secara utuh apa yang menjadi ruh dari bangsa ini: Keberagaman dalam Keindonesiaan. Pola pikir yang sama yang harus dimiliki visi sebuah organisasi yang efektif: Sinergi beragam potensi sumber daya secara efektif dalam menciptakan kemajuan organisasi, baik bagi individu yang ada di dalamnya maupun organisasi secara keseluruhan. Sayangnya, seringkali kecenderungan tidak mau repot untuk memahami keberagaman membuat kita terbuai oleh ilusi jangka pendek tentang betapa efisiennya uniformitas. Akibatnya, kita kehilangan kapasitas untuk adaptif dan kreatif dalam jangka panjang.
Padahal, kondisi ketika semua berpikir sama merupakan bahaya bagi sebuah organisasi, karena organisasi tidak lagi bisa melihat beragam alternatif untuk perubahan ke depan. Di titik ini, sekalipun organisasi punya statement visi secara formal, sesungguhnya organisasi itu tidak bervisi. Pada titik ini pulalah, inspirasi Gus Dur mungkin akan sangat berguna.
Selamat jalan, Gus Dur.