Sembilan catatan seputar perubahan

Kali ini saya mau share sedikit catatan saja dari pekerjaan saya. Catatan ini, entah bagaimana persisnya, tersusun karena ada beberapa orang yang suka bertanya bagaimana rasanya bekerja sebagai change strategist.

Ini pertanyaan yang jawabannya bisa panjang. Jadi saya pikir lebih mudah bila saya tuangkan saja sedikit warna-warni perkerjaan saya melalui catatan-catatan kecil. Walau memang yang namanya catatan kecil tidak menguraikan secara utuh, tapi mungkin lumayan buat memberi gambaran. Siapa tahu catatan-catatan ini bisa jadi tips yang berguna bagi yang membaca.

So, inilah dia…..sembilan catatan seputar perubahan (change)!

1. Perubahan itu mirip surga

Coba tanya ke orang-orang sekitar anda, apa mereka ingin ke surga. Mayoritas akan menjawab ya. Tapi kalau saat itu juga mereka ditawari kesempatan ke surga, very likely mereka bakal nolak hehehe…..Ya macam itulah perubahan, kebanyakan orang mau hasilnya, tapi tidak mau prosesnya hahaha……. 🙂

2. Perubahan itu seperti mobil bagus: Enteng di mata, berat di ongkos

Perubahan selalu menarik, tapi butuh waktu dan proses agar tidak terputus dan sia-sia. Bagaikan mobil bagus, sudah belinya mahal, perawatannya tidak bisa sembarangan, bahan bakar dan pelumasnya pun tidak bisa yang murah. Tapi daya, kenyamanan dan kecepatannya bisa jadi luar biasa istimewa.

Bisa dikatakan, perubahan juga begitu. Memulai perubahan itu berat, dan menjaganya agar tidak amblas di tengah jalan juga berat. Hasilnya memang luar biasa bila berhasil. Tapi, itulah, butuh biaya dan waktu.

3. Perubahan itu seni, jadi butuh intusi yang pas

Yang namanya seni, dia tidak selalu bisa dijelaskan dengan runtutan prosedural. Itu karena logika yang berlaku bukan logika mekanis, tapi logika relasional.

Bahasa gampangnya, perubahan soal kepekaan pada situasi lingkungan, dan imajinasi yang luar biasa tentang bagaimana mengubahnya. Ini soal intuisi. Dan, untuk memiliki intuisi yang pas, orang harus punya cukup pengalaman melalui perubahan. Intuisi perubahan tidak akan timbul pada orang yang suka menjaga segalanya statis.

Inilah mengapa perubahan adalah seni. Maka dari itu, perubahan bukan sesuatu yang mudah bagi kebanyakan orang.

4. Perubahan itu masalah mengajak orang, bukan menyusun proposal proyek

Sepertinya sering kita dengar bahwa perubahan itu semacam proyek, yang tinggal dibikinkan anggaran dan panitia terus jalan. Saya pikir itu menyesatkan.

Kalau ada angaran dan panitia, itu namanya event. Tapi yang namanya event belum tentu membawa perubahan betulan. Bahkan, seringkali event cuma acara membikin perubahan ‘kulit luar’. Apapun event atau aktivitasnya, apabila intinya bisa mengajak orang-orang untuk merubah cara pikir dan cara kerja; maka itu perubahan.

5. Jadi, perubahan itu soal strategi dan teknik

Ya, betul! Strategi dan teknik lah yang penting dalam proses perubahan.

Mendesain strategi yang tepat merupakan hal yang sangat penting agar upaya perubahan tidak cuma jadi tulisan banner sebuah event, atau judul sebuah pidato. Tapi itu saja belum cukup. Kemampuan memilih teknik pelaksanaan yang tepat dan bagaimana menggunakannya dalam proses adalah tak kalah penting. Perubahan tidak sesederhana ungkapan “dimana ada kemauan, di situ ada jalan”.

6. Perubahan itu soal politik

Yang namanya perubahan itu jelas akan mengubah ‘permainan’ yang sebelumnya berjalan. Artinya, pasti ada orang-orang yang mungkin merasa dirugikan dengan perubahan.

Perubahan, sesungguhnya ditujukan untuk membawa ke arah yang lebih baik. Tapi, arah lebih baik itu sering kali justru dipandang tidak baik oleh pihak-pihak tertentu. Jadi, mereka tentu tidak akan suka dengan perubahan. Ini soal dinamika politik……dan jangan repot-repot memimpikan perubahan yang dipersepsikan baik bagi semua. Itu terlalu naif. Hal seperti itu tidak ada.

Namun, bukan berarti idealisme kita buang jauh-jauh. Tanpa idealisme, yang terjadi bukan perubahan, tapi politik destruktif.

7. Perubahan itu proses kreatif, karena berawal dari impian dan imajinasi

Namanya perubahan itu baru sungguh-sungguh ketika menghasilkan kondisi baru.

Karena itu, perubahan itu harus merupakan proses kreatif yang mengantar pada situasi yang berbeda. Ini memerlukan impian (visi) dan imajinasi. Tentu saja, impian dan imajinasi semata tidak akan membawa perubahan tanpa tindakan. Tapi tindakan tanpa impian dan imajinasi  juga akan membawa kita kembali pada rutinitas yang sama lagi dan lagi. Inilah kenapa ideaisme yang tidak terlalu naif diperlukan. Bila kita melulu hidup dalam pragmatisme, kita akan kehilangan idelisme dan menjadi miskin dalam visi dan imajinasi.

8. Seperti halnya cinta, perubahan merupakan campuran antara semangat (passion) dan hasrat (desire)

Perubahan itu mirip percintaan. Di dalamnya ada semangat dan hasrat.

Dalam percintaan, semangat yang kita rasakan membuat semua terasa indah, bahkan katanya tahi kucing serasa coklat. Semangat/passion membuat kita begitu kuat dan tak mudah putus asa, meskipun tidak semuanya menyenangkan. Yang tidak enak pun kita bisa entah bagaimana meyakini sebagai enak 🙂

Dalam percintaan, setulus-tulusnya kita mencintai, tetap ada nafsu dan hasrat berupa keinginan memiliki orang yang kita cintai untuk diri sendiri. Makanya kita bisa cemburu hehehe……Perubahan juga punya unsur ini. Semua suka semaunya sendiri soal perubahan apa yang sebaiknya diciptakan, dan akhirnya jadi senggol sana senggol sini. Padahal maksudnya baik, tapi malah bisa menimbulkan ketegangan.

Campuran antara passion dan desire memang menimbulkan pergolakan, dan kadang berujung pada kebodohan dan kekonyolan. Seperti percintaan, bukan?

9. Perubahan itu hidup, jadi dia suka bertingkah di luar dugaan

Nah, ini catatan yang paling saya suka hehehehe…… Perubahan itu hidup, jadi dia bisa bergerak diluar dugaan kita. Berurusan dengan perubahan, we better expect the unexpected! Saya bukan bilang bahwa perubahan tidak bisa dipahami dan dikelola. Tapi, perubahan hanya bisa dikelola apabila kita paham tentang perubahan itu sendiri. Artinya, kita perlu memahami bagaimana dia hidup!

OK, itulah sembilan catatannya. Kenapa sembilan? Ya karena kedengarannya enak aja kalau totalnya sembilan….. :-p

 

 

Advertisement

18 thoughts on “Sembilan catatan seputar perubahan

  1. Hehehe.. ini mirip dengan logika revolusi. Revolusi itu patahan dari paradigma lama, dan memulai sesuatu yang sama sekali baru, yang mungkin saja sebelumnya tak terpikirkan. Seperti reformasi (seperti di Indonesia) itu hanya menambal apa yang sudah salah, jadi sebenarnya malah tambah salah. Tulisan saya terbaru juga soal perubahan semacam ini. NAnti saya posting.

    thx for the enlightening note.

  2. Hahaha,,,topik yang sangat menarik pak…aku terkesan bapak selalu bicarakan tentang perubahan, karena memang itulah yang perlu…menurut asumsiku pribadi, perubahan adalah segala sesuatu yang perlu untuk membuat warna warni hidup. Itu sih memang kata-kata normatifnya. Tapi, kalo tidak ada perubahan, ya buat apa kita hidup?
    Terlepas benar atau tidak, semua orang pasti punya falsafah hidup. Tentu saja saya juag punya. Falsafah hidup saya setelah beberapa pengalaman dan juga hasil refleksi dari pernyataan-pernyataan banyak pihak, termasuk dosen-dosen saya khususnya dosen PIO (hehehe, peace…) hidup tanpa perubahan adalah segala sesuatu yang lebih membosankan daripada mendapatkan prestasi akademik dengan gaya hidup itu –itu aja. Contohnya, saya refleksikan tentang prestasi akademik IP yang selalu bagus, tapi nyatanya Cuma kos – kampus – kos – kampus atau gak buku – ujian – buku – ujian…for what??? Itu setidaknya tahun lalu ya memang seperti itu…tapi tidak dengan perubahan.
    Dengan mencoba untuk keluar dari zona nyaman menuju perubahan, itu sangat gak enak dan benar kata bapak, enteng di mata, berat di ongkos…
    Berdasar dari poin bapak yang pertama, saya ingin menulis di blog saya tentang “comfort zone, dangerous or real comfort” tunggu tanggal mainnya, karena memang itu yang terjadi dan, akar masalahnya menurut asumsi saya ya adalah tidak keluar dari comfort zone meskipun kita masih bisa menarik lagi akar permasalahannya…

    Memang, perubahan adalah sesuatu yang exiciting (tentu saja bagi mereka yang anggap exciting), tapi perubahan, jika kita terlibat aktif di dalamnya, wiiih,,,keren…
    So, i can conclude that, i totally agree with ur opinion especially for the first point…

    1. Menurut saya, Comfort Zone itu memiliki sistem tersendiri di kita. contohnya adalah ketika kita ke kampus dan hanya pulang pergi saja, itu bisa jadi comfort zone. lalu kemudian, bila kita melakukan pola perubahan yang seperti Andhika maksudkan ya berarti itu akan mengganggu comfort Zone kita. tetapi kembali lagi, setelah kita melakukan perubahan dan “berhasil” (saya beri tanda kutip karena belum tentu setiap org berani utk berubah) melakukannya, itu malahan akan membentuk comfort zone yang baru…jadi apakah comfort zone itu sebenarnya berbahaya atau tidak?

      1. terlepas dari berbagai diskusi di bawah,,,hehe,,,saya menyukai menggunakan isitilah, comfort zone adalah sesuatu yang berbahaya, dalam arti, sekali kita keluar dari situ, kita dihadapkan ke beberapa pilihan…kenapa? karena menrut saya pilihan adalah sesuatu yang berbahay karena menentukan apa yang akan terjadi di diri kita, dan itu bisa berpengaruh ke sekeliling (optional)

        sebagai contoh pribadi, dulu, kos-kampus-kos-kampus…itu comfort zone saya,,,nah, beberapa saat kemdian pengen berubah itu…apa yang saya pikirkan?

        “ahhh, serem nih…kalo kos-kampus-kegiatan besok ujian = belajar lebih malam plus badan cape, kalo gitu = ujian antara gagal atau tidak.” trus muncul pemikiran yang kedua…”ahh, nih menyenangkan…kalo kos-kampus-kegiatan besok ujian = training n improvement 4 time mngmnt, training n improvement 4 stress mngmtn, training n improvement 4 health mngmnt, dapat pglman kgtn, belajar = ujian tetap antarar gagal atau tidak”

        dari framework saya tentang mau atau gak keluar dari cmfort zone saya kan uda ada bercabang..nah tinggal gimana kita pilih, salah ngelangkah,,,duarrrr….tapi, menurut analisa saya di atas dari framework tuh, toh dua-duanya punya output sama…yaitu, gambling antara ujian berhasil atau tidak…hehehe..

    2. Good discussion, fellows 🙂

      Komentar saya sih, memang kita selalu hidup dalam apa yang dsebut Ken Wilber sebagi spiral integral. Kita bergerak dari comfort zone ini, lalu kita disrupt, untuk pindah ke comfort zone berikutnya. Lalu comfort zone berikutnya mengalami disruption lagi agar bisa berubah lagi.

      Jadi saya melihat bahwa sebagai sebuah complex adaptive system, perubahan itu adalah kesenantiasaan. Dalam perspektif ini, ‘comfort zone’ dan ‘bahaya’ itu sangat relatif.
      Saya pribadi menganggap yang bahaya adalah hidup tidak sesuai panggilan. Jadi kalo memang suka menentang bahaya, ya malah bahaya kalau disuruh diam saja 🙂

      1. kalo menurut saya, yang dinamakan bahaya adalah pilihan…apapun itu, hal sekecil apapun, kita tetap di hadapkan ke pilihan..contoh simple, di kos punya dua kamar mandi, yang satu kecil dan kotor yang satunya besar dan kotor…kembali diperhadapkan ke pilihan…which one do you want to choose?(bener gak pak grammarnya???hehe..intermesso,,,)

        dan karena pilihan itu bisa membawa dampak…dampak itulah yang bisa membawa bahaya…karena berpengaruh ke kita dan atau ke sekeliling kita…

        definisi bahaya bagi saya adalah, jika secara biologis, detak jantung mulai detaknya keras…hahaha…(not a joking, but for me, that is dangerous…)

  3. Nah, Menurut saya memang semua polanya seperti itu pak. berarti tiap orang itu selalu akan melihat ke dangerous zone dengan persepsi atau refleksi yang dia alami sendiri. lalu kemudian ketika dulu di PO, saya pernah bertanya sendiri “kenapa harus berubah? toh berubah dengan tidak berubah itu sama saja”. Jawaban yang saya terima adalah karena kita mau tidak mau kita harus mengikuti perubahan, kalau tidak. yah, siap2 saja di”makan” oleh kompetisi…nah kalau dari situ berarti ada satu tambahan untuk catatan seputar perubahan, yaitu Perubahan itu bersifat memaksa, toh mau tidak mau kita bergerak dengan mengikuti perubahan dan memahami apakah perubahan itu hehehehe…

    1. ‘Terpaksa’ itu kan sebuah hasil persepsi yang menggunakan perspektif bahwa diri kita adalah subyek atau ‘korban’ perubahan 🙂
      Sebaliknya, ‘mau’ atau ‘tidak mau’ adalah perspektif yang menempatkan diri kita sebagai subyek pelaku yang menentukan arah perubahan.

  4. hahaha… rasae kok ws sui gak ngomongin masalah perubahan ya pak..

    mao tanya, agak melenceng, cuma masih ada hubungannya dengan perubahan.
    hahaha…

    1. unique gift kita bisa berubah ga pak?

    2. kalo orang yang bergelut dengan konsumen mau ga mau harus terus berubah kan pak… terutama yang bergelut di dunia fashion / jualan baju / aksesoris dll… cepet banget perubahannya.. (tidak butuh waktu terlalu lama) soalnya kalo kelamaan, gak laku. hehehe..

    1. Hehehe…..kamu kali yang lama ndak ngomongin perubahan…..aku kok rasanya setiap hari selalau ngomongin itu hehehe…… (namanya juga change strategist 🙂 )

      1. Bisa, dan kemungkinan besar berubah seiring warna-warni pengalaman yang dilalui seseorang dari waktu ke waktu. Karena unique gift itu adalah representasi dan manifestasi source seseorang. Source yang biasanya tidak berubah, tapi unique gift bisa bertransformasi.

      2. Dunia retail memang berubah terus, cuman perubahannya bisa dua macam.
      Pertama, perubahan superfisial, atau perubahan kulit luar. Ini artinya dari luar berubah, tapi dari dalam sebenarnya sama saja dan monoton. Ini seperti contohmu, yaitu ganti-ganti barang yang dijual, tapi sebenarnya perilaku dan pola hidupnya sama saja, kulak-ambil laba-jual.
      Kedua, perubahan esensial, yaitu terjadinya renewal dan development pada core business. Misal dari toko menjadi supermarket, atau dari direct selling menjadi online marketing, atau bisa juga dari distribusi menjadi produksi.

      Yang pertama akan sustain selama sistem pasar tidak berubah (dan yang ini makin tidak mungkin di dunia yang sangat tidak bisa diprediksi ini). Yang kedua, punya daya penyesuaian denga perubahan yang luar biasa, tapi butuh proses untuk mempersiapkan diri.

Any thoughts?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s