The bigger picture….

Saya cukup terkesan dengan drama kasus konser Lady Gaga di Indonesia, yang berujung pada pembatalan konser tersebut. Bukan soal konsernya, atau Lady Gaga adalah utusan setan atau tidak…apa dia berlawanan dengan moral kita atau tidak. Wong moralitas masyarakat kita itu sebenarnya seperti apa saya juga masih bingung kok, apalagi untuk menilai dia berlawanan dengan moral kita atau tidak……. hehehehehe…… Saya tidak peduli soal perdebatan tentang itu semua.

Yang membuat mata saya terbuka adalah betapa orang tidak melihat sebuah cerita kembali berulang. Cerita apa? Cerita tentang sebuah polemik untuk hal kecil yang membuat pikiran teralihkan dari hal yang lebih besar. Sudah banyak contoh bahwa kita sering bikin konflik di negeri sendiri, yang akhirnya membuat investor, wisatawan dan berbagai potensi sosial ekonomi lain hilang diambil negara lain. Celakanya, banyak yang tidak menyadari dan malah hanyut dalam polemiknya. Dan, tanpa sadar kehilangan advantage yang sebenarnya sudah sempat di tangan.

Ambil contoh konser Lady Gaga yang dengan cepat sekali direspon Singapura dengan memperpanjang waktu konser sehingga bisa menampung penonton Indonesia yang tak bisa menonton Lady Gaga di Indonesia. Akhirnya, bukan meningkatan pendapatan dalam negeri, para little monster, sebutan bagi penggemar Lady Gaga, pergi ke Singapura dan membuat Indonesia kehilangan pemasukan plus kehilangan devisa. Ini sama saja dengan dulu saat kita kehilangan potensi turisme karena beragam konflik yang ada, bahkan Bali yang surga pariwisata pun sampai merasa cemas. Sama juga dengan situasi dimana warga negara kita makin suka bersekolah di Malaysia, atau berobat di Singapura; karena mereka meyakini sektor pendidikan dan kesehatan kita lebih banyak masalah daripada kualitasnya. Alasannya sederhana, masyarakat meyakini disana kualitas lebih bagus dan harganya layak bila dibandingkan dengan jasa yang sama di Indonesia.

Sekilas, kita mungkin akan ‘menuduh’  bahwa orang Indonesia lebih nyaman dan percaya diri kalau mengeluarkan uang di negeri orang. Tapi saya pikir kita harus lihat lebih jauh daripada itu. Ada sesuatu yang membuat kita begitu. Untuk memahami dengan tepat, kita pertama-tama harus mengakui bahwa kita malu pada negeri kita bukan tanpa sebab, tapi negeri karena kita terkadang memang malu-maluin. Dan itu karena kita tidak mampu melihat big picture nya. Kebanyakan orang Indonesia melihat dalam kacamata sempit, dan karenanya, gagal melihat kepentingan-kepentingan yang lebih besar. Menurut saya, itu memalukan.

Ada yang salah dalam budaya berpikir kita, dan itu membuat kita menjadi masyarakat yang sulit menjadi bijaksana. Ingat, menjadi bijaksana tidak otomatis terjadi sekalipun usia kita bertambah tua. Kedewasaan dan kebijaksanaan sebenarnya adalah kebiasaan kita dalam memandang sekitar kita. Yang paling utama disini adalah kemauan dan kemampuan untuk melihat dari berbagai sudut pandang atau perspektif. Bisa dibilang, ini adalah soal memahami bahwa yang namanya kenyataan itu selalu memiliki banyak sisi. Dengan demikian, sesuatu itu tampak berbeda bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

Dalam keseharian, sebenarnya banyak hal yang harus dilihat dari banyak sisi, misalnya soal mana yang lebih penting antara memasang status di facebook atau membaca koran hehehehe……. Ini sepertinya hal sederhana, tapi sebenarnya agak kompleks juga kan. Apalagi, kalau ‘sesuatu’ itu besar dan terkait dengan banyak pihak, semisal kontroversi konser Lady Gaga, konflik Timur Tengah, atau krisis zona mata uang Euro. Banyak sekali perspektif yang harus kita gunakan untuk memahami hal-hal macam begini.

Memahami dari berbagai perspektif sangat lekat dengan kemampuan memetakan hubungan antar beberapa hal yang berbeda. Ini bisa jadi soal sebab akibat. Bisa juga soal hubungan siapa mendapat apa bila terjadi apa. Bisa juga apa konsekuensi bila suatu hal dilakukan, dan sebaliknya, bila tidak dilakukan. Lebih penting lagi, beragam hubungan dan keterkaitan ini harus dipahami melalui informasi yang benar, bukan dengan asal duga dan asal tuduh.

Ini soal kejernihan berpikir, yang hanya bisa terjadi melalui kesabaran untuk melihat sesuatu dengan terbuka tanpa keburu berasumsi ini dan itu. Kesabaran untuk melihat semua elemen-elemen dari sebuah situasi, kejadian, realitas atau apapun. Kesabaran untuk melihat bagaimana setiap elemen itu berkaitan satu sama lain membentuk suatu kondisi. Kesabaran untuk melihat bagaimana suatu kejadian berlanjut ke kejadian berikutnya secara berkesinambungan.

Uniknya, semakin usia kita bertambah, semakin tidak mudah untuk menjaga kejernihan berpikir. Kita makin kalut dalam asumsi-asumsi kita yang ‘sok’ logis dan isi kepala kita yang jenuh itu. Seumpama gelas, kepala kita sudah penuh dan meluap-luap. Kita biasanya tidak menyadarinya. Tapi kita bisa ‘berkaca’ dengan melihat ke anak-anak, yang acap kali muncul dengan tingkah laku, pemikiran, atau bahkan pertanyaan yang orisinil, di luar dugaan dan bikin kita ‘kelabakan’.

Ya, anak-anak masih terbuka, karena mereka belum ‘terjajah’ dan lebih mudah melihat realitas dengan lebih jernih. Mereka mungkin belum tahu informasi sebanyak orang dewasa, tapi mereka lebih jernih dalam melihat realitas. Apalagi kita yang sudah dewasa, dengan begitu banyak kompleksitas hidup; tentu kejernihan ini lebih kita perlukan.

Kejernihan ini mengajak kita untuk melihat the bigger picture, dan tidak serta merta memaknai dengan asumsi kita sendiri. Karena sepintar-pintar kita, sehebat apapun logika kita dan sebanyak apapun yang kita tahu….masih ada sisi lain yang mungkin belum kita lihat.

Tapi satu hal yang saya rasa cukup pasti, bahwa dengan senantiasa berupaya berpikir jernih, kita akan belajar untuk jadi makin bijaksana………..

4 thoughts on “The bigger picture….

  1. I agree. Mgkn ada aja Pak, yang berpikir sprti anak2, tapi memilih bersikap ga anak2 dengan tidak banyak menginformasikan apa yang dia tau. Karena disini, banyak orang yang “mati” karena terlalu banyak tau.

    1. Hehehehe…tapi kan lebih luas dari itu sebenarnya. Aku pikir ini bukan hanya soal menginformasikan, tapi juga menjadi lebih jernih melihat masalah.
      Bisa jadi yang memilih diam itu justru karena mampu melihat the bigger picture 🙂 Tapi itu kalau mereka diam dalam kata, tapi berbuat sesuatu untuk membuat keadaan lebih baik.
      Kalo benar-benar diam dan cuma menyerap tanpa bereaksi sama sekali, aku setuju, itu namanya bukan melihat the bigger picture. Itu cuma orang berjiwa sempit aja hehehe….

  2. saya setuju dan sangat suka istilah ‘semakin usia bertambah, semakin tidak mudah untuk menjaga kejernihan pikiran.
    Namun, dari yang aku rasa dan membuatku bingung adalah kadang orang tua juga mendorong kita untuk seakan ‘stay on the line’. Dalam arti, kita, sebagai anak-anak ingin melihat dan berbuat sesuatu dari arah yang berbeda, namun, orang tua mengharuskan kita mengikuti cara mereka, sehingga pada akhirnya, kita pun tenggelam dalam ketidakjernihan pikiran mereka…hmm

    1. Good observation!

      Ya memang anti perubahan itu adalah instink dasar manusia hehehehe….walau manusia punya instink survival yang memaksa mereka berubah juga.
      Jadi itu ya lumrah saja sebenarnya. Kalau tidak ada kecenderungan yang demikian, ya maka tulisan ini jadi tidak begitu penting 🙂

      Kalau menurutku, menyadari hal ini menunjukkan kita bisa melihat the bigger picture, tapi belum cukup bigger apabila kita belum tau apa yang sebaiknya kita lakukan 🙂

Leave a reply to andhikaalexander Cancel reply