Ibarat resep dalam memasak, panduan dan pedoman itu berguna. Tapi resep tidak menjamin masakan jadi enak, seperti juga penduan dan pedoman tidak menjamin hasil kerja akan bagus.
Resep selalu ideal, tapi realitas dapur ditentukan oleh cita rasa yang menikmati makan dari dapur tersebut. Juga ditentukan oleh kondisi dapur dan ketersediaan bahan untuk dimasak. Seringkali itu semua tidak sesuai dengan persyaratan dalam resep. Kalau sudah demikian, intuisi si pemasak berperan sangan penting.
Yang akan memastikan hasil masakan enak adalah lidah dan cita rasa si pemasak. Si pemasaklah yang menentukan bagian mana dalam proses memasak yang harus disesuaikan agar hasil masakan itu benar-benar enak dinikmati. Ingat, puas tidaknya si penikmat masakan tersebut tidak akan pernah mengecek sejauh mana masakan tersebut sesuai dengan teori dan petunjuk dalam resep. Mereka hanya peduli apakah makanan tersebut enak bagi mereka.
Sama halnya dengan operasional bisnis. Semua konsep dan sistem standar manajemen itu ideal. Realitas operasional jarang yang ideal, kalau tidak boleh dikatakan tidak pernah. Beragam variable eksternal maupun internal membuat prasyarat ideal dari beragam konsep, standar dan teori manajemen itu semua tidak tersedia. Pada situasi ini, intuisi pelaku bisnis sangat menentukan bagaimana konsumen menikmati hasil pekerjaan mereka.
Tidak ada konsumen yang akan bertanya apakah produk itu sudah dibuat sesuai konsep manajemen yang canggih, prosedur standar dan pedoman proses pengerjaan. Bagi mereka, ketika produk pekerjaan itu sesuai atau melebihi harapan mereka, maka produk atau hasil kerja itu bagus. Habis perkara.
Jadi, tantangan manajemen adalah mengelola keseimbangan antara prinsip ideal manajemen dengan pelaksanaan operasional, seperti seorang pemasak yang terampil menyeimbangkan antara resep dan lidahnya.