Tahun ini, Mayday alias Hari Buruh Internasional menjadi lebih bergema daripada tahun-tahun sebelumnya. Tampaknya persoalan kesejahteraan kaum butuh menjadi topik yang menarik perhatian banyak pihak. Sangat boleh jadi kenaikan upah minimum tahun 2013 yang disertai aksi buruh yang rutin dilakukan untuk memelihara momentum tersebut membuat Mayday menjadi daya tarik bagi banyak pihak. Bahkan ajang kompetisi bakat pun ada yang memiliki
Isu sentral seputar Mayday selalu soal kesejahteraan. Dan memang itu inti dari Mayday menurut saya: kesejahteraan sosial.
Tapi apa sebenarnya kesejahteraan sosial itu?
Upah memang pemain utama dalam persoalan kesejahteraan. Tapi apakah upah tinggi semata akan menyelesaikan persoalan kesejahteraan? Saya yakin tidak. Bila kita ikuti media beberapa hari ini, ada hal-hal yang sebenarnya mengingatkan kita soal itu. Di Tangerang ada kasus ‘perbudakan’ yang masih lagi ‘panas’ di media. Beberapa waktu yang lalu di Bangladesh ada pabrik garmen yang terbakar karena kondisi lingkungan kerja yang tidak layak.
Artinya, kesejahteraan adalah sesuatu yang utuh, meliputi kelayakan kompensasi finansial dan kelayakan kehidupan. Kesejahteraan juga soal perlakuan. kesejahteraan juga soal membangun lingkungan kerja yang layak. Dalam realitasnya, ini soal hal-hal keseharian yang seringkali luput dari perhatian kita.
Misal, senyum dan sapa dalam komunikasi. Juga soal berkomunikasi dengan layak dan tidak bermusuhan. Soal berkomunikasi tegas, bukannya merendahkan. Ini soal yang tampaknya remeh, tapi sesungguhnya penting untuk menciptakan kesejahteraan bagi karyawan.
Selain itu, soal kelayakan kesehatan dan keselamatan lingkungan. Ini memang soal klasik dan sudah sering kita dengar. Tapi di Indonesia, seringkali hanya soal menyediakan alat pengaman diri. Padahal ini soal komitmen penyediaan lingkungan kerja yang aman dan sehat, serta penciptaan kebiasaan kerja yang aman dan sehat.
Bagaimana dengan waktu untuk keluarga bagi karyawan yang sudah berkeluarga? Ini juga seringkali tidak diperhatikan. Tapi ini sesuatu yang tidak bisa diremehkan, karena seiring pertumbuhan ekonomi, saya rasa makin banyak orang menginginkan hal ini.
Mungkin ketika anda membaca ini, anda akan mengatakan bahwa ini terlalu ideal dan jauh dari realitas. Saya katakan tidak. Saya mengalami bahwa setelah upah layak dan segala hal yang normatif disediakan, kebutuhan seperti di atas tetap ada.
Intinya, kesejahteraan sebagai sesuatu yang utuh dan bukan sekedar kenaikan upah adalah sesuatu yang tidak terhindarkan. Tapi apakah kita sudah mulai memperhatikan isu ini secara lebih serius? Dan itu harus dimulai dengan memikirkan secara utuh apa itu makna kesejahteraan.
Apakah para pimpinan bisnis dan masyarakat serta pemerintahan sudah memikirkan hal ini dengan serius?
kesejahteraan memang harus dilihat dalam relasi dengan banyak faktor, dan bukan satu atau dua faktor saja. Misalnya, gaji tinggi, tapi harga bahan pokok mahal, atau keluarga mengalami masalah, atau sakit parah, maka kita tidak bisa bilang, bahwa orang itu sejahtera. “Relasi” dari faktor-faktor manusiawi itulah yang sungguh harus diperhitungkan.
Betul Za. Ini sudah klasik dan sering dibicarakan. Tapi sekaranglah momentumnya untuk membangun sistem yang benar. Kita tidak bisa meniru negara-negara Eropa yang kondisi subsidi silangnya sudah timpang, sehingga terhempas krisis. Kita juga tidak bisa meneruskan cara Indonesia yang bisa dibilang tidak memiliki jaminan sosial apapun. Ini momentume yang pas, asal dilakukan dengam memperhatinkan lesson learned dari beragam belahan dunia tentang apa sebenarnya kesejahteraan itu.
Secara khusus aku juga ingin mengingatkan adanya faktor-faktor penting yang menentukan kesejahteraan ke depan semisal penegakan hukum yang benar-benar melayani dan melindungi, strategi sosial kebudayaan yang menguatkan kesadaran masyarakat untuk ‘menghargai’ negeri sendiri dan sebagainya. Tanpa tindak lanjut yang konsisten di dalam aspek-aspek ini, maka selamanya orang Indonesia tidak akan merasa sejahtera di Indonesia 🙂 Ini jelas lebih daripada soal isu seksi terkait kenaikan upah 🙂
orang-orang Eropa memang dimanja dengan subsidi negara, at the expense penderitaan dan kemiskinan negaran-negara di belahan dunia lainnya. Aku juga perhatiin James, program-program Beasiswa, setidaknya di tempatku sekarang. lebih banyak membuat orang tercabut dari akar kulturalnya sendiri, lalu akhirnya jadi ajang cuci otak. Orang tidak lagi menghargai negara dan kultur sendiri, justru malah membenci dan menghinanya. Dalam hal ini, beasiswa menjadi strategi melakukan hegemoni dan perluasan pengaruh politik.
Betul Za, sistem segara kesejahteraan yang dinikmati di Eropa itu tidak gratis. Untuk supaya disana bisa membiayai unemployement, jaminan sosial yang lengkap, kebutuhan publik yang sebenarnya mahal serta liburan yang sangat banyak, ada harga yang harus dibayar. Harga itu adalah mesin produksi dan ekonomi murah di negara-negara berkembang. Itu termasuk juga untuk membiayai beasiswa internasional yang sekarang bertebaran.
Jadi juga tidak aneh kalau mereka menggunakan beasiswa untuk hegemoni politik. Sebab memang ada kepentingan untuk mempertahankan sistem penyangga ekonomi welfare state.
Aku pribadi lebih sepakat konsep kesejahteraan yang harus dibangun di atas mesin ekonomi di negara sendiri. Ini dalam konteks ekonomi kita di Indonesia, dimana ekonomi dibangun berdasar produksi dan konsumsi negara sendiri. Mirip yang dimiliki China saat ini. Hanya kalau China malah bukan hanya self sustaining untuk dirinya, dia bahkan memiliki kendali di ekonomi beberapa negara lain.
Kesejahteraan pada dasarnya adalah hal yang abstrak, mengingat subject nya adalah manusia, baik secara personal maupun sosial. Dari pengalaman saya, faktor yang disebut “memanusiakan manusia” adalah kuncinya. Ada bagusnya jika HRD melakukan riset dan menerapkan hal ini karena ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh perusahaan seperti:
1. Menurunkan resiko kerugian perusahaan yang disebabkan buruh mogok, demo, dll yang mengakibatkan gangguan terhadap proses bisnis seperti terhentinya produksi, kerusakan fasilitas perusahaan akibat aksi buruh, dsb.
2. Meningkatnya produktivitas karyawan yang disebabkan oleh rasa nyaman, aman, dan diperhatikan oleh perusahaan, sehingga “passion” adalah bagian dari budaya kerja SDM disemua lini bisnis. Akibatnya, terciptalah konsolidasi baik person to person, person to team, team to team secara professional.
3. Perusahaan tumbuh dan berkembang sebagai perusahaan sehat dan bonafid yang disebabkan adanya peningkatan revenue yang semakin bisa menjamin kehidupan karyawan nya. Akibatnya? Perusahaan berpeluang untuk expansi usaha sampai bisnisnya “menggurita” dan lebih sugih lagi tanpa perlu “pesugihan” hehehe…
Any comments James?
Sepakat Glenn. Prinsipnya adalah secara seimbang dan proporsional dalam menciptakan kondisi untuk menghasilkan produktivitas dan juga kehidupan yang layak.