Konsep agility kembali populer belakangan ini, seiring makin nyatanya tantangan dunia usaha dalam era volatility, uncertainty, complexity and ambiguity alias VUCA ini. Kita harus jujur mengatakan bahwa kita hidup di jaman yang sulit ditebak. Perubahan yang terjadi sangat dinamis, dan semua berlomba menawarkan sesuatu yang lebih baru, atau setidaknya lebih baik. Kompetisi makin ketat dan keras, inovasi dan kreatifitas makin dibutuhkan untuk menang dalam kompetisi tersebut.
Kondisi tersebut, bertemu dengan karakter generasi baru penduduk bumi yang lebih menginginkan kepraktisan tapi juga mudah bosan, makin membuat tantangan bisnis jadi lebih rumit. Generasi masa kini dan masa depan mudah bosan dan pindah ketertarikan ke hal yang lebih baru. Mereka juga lahir di era teknologi yang mana membuat mereka tidak berminat dengan kerumitan, hal yang bertele-tele dan segala hal lain yang tidak praktis.
Ini ironisnya. Mereka tidak mau rumit, dan selalu ingin yang baru. Tapi itu membuat persaingan bisnis dan dinamika perubahan makin rumit.
Menghadapi situasi yang demikian, bisnis yang ingin bertahan harus gesit – kerap dikenal dengan istilah agility. Gesit dalam arti setiap saat bisa berubah mengikut perubaha pola yang ada. Proses bisnis yang bertele-tele, butuh waktu lama, kaku, sulit berubah, dan tidak mudah dipahami – tidak akan bisa menjadi gesit. Apalagi apabila kerumitan proses dan kelambatan itu terjadi di dua tingkatan, strategis maupun operasional. Itu bagaikan jaminan bahwa bisnis itu sedang menuju titik akhirnya.
Yang sangat penting diingat disini adalah bahwa agility itu soal kemampuan bertindak secara berbeda setiap saat sesuai dengan kebutuhan situasi. Sebuah bisnis yang sibuk mengadakan seminar agility dan menuliskan semua konsep agility dalam segala dokumen strateginya, bukan berarti dengan sendirinya memiliki agility yang bagus.
Sebuah bisnis hanya akan punya agility yang bagus apabila:
- strateginya tidak rumit tapi jelas arahnya
- prosesnya didesain dengan simple dan mudah disesuaikan seiring perkembangan situasi, dimana melakukan cara yang berbeda sangatlah dikondisikan
- human capitalnya dipenuhi generalist yang paham bisnis dan punya fleksibilitas keahlian, sehingga bisa melakukan berbagai hal dengan beragam cara yang berbeda
- proses kerja operasionalnya dikelola dengan sistem adaptif, yang memungkinkan melakukan berbagai hal dengan berbagai cara pula
Kalau keempat hal di atas tidak terpenuhi, ya bisa dibilang agility cuma menjadi kata-kata indah untuk company profile. Sebaliknya, apabila terpenuhi, maka melakukan beragam hal dengan cara yang berbeda adalah hal yang biasa – dan itulah agility yang sesungguhnya.